Kasus Rekayasa Kepailitan Agustinus, Kuasa Hukum Kwee Foeh Lan: Ada Tindakan Pemalsuan

John Richard kuasa hukum Kwee Foeh Lan menyatakan bahwa gugatan pailit yang dilayangkan oleh Agustinus Santoso kepada Agnes Siane agar terjadi lelang merupakan tindakan rekayasa kepailitan.

Aam Winata Mail
Kamis, 01 Juni 2023 | 22:07 WIB
Kasus Rekayasa Kepailitan Agustinus, Kuasa Hukum Kwee Foeh Lan: Ada Tindakan Pemalsuan
John Richard kuasa hukum Kwee Foeh Lan. (Semarang.suara.com)

SUARA SEMARANG - Kuasa hukum Kwee Foeh Lan John Richard Latuimaholo menyatakan bahwa kepemilikan sah sertipikat tanah di Jalan Tumpang No 5 Gajahmungkur Semarang yakni SHM No 15 adalah milik kliennya, bukan Agnes Siane

Hal ini telah dikuatkan dengan adanya keputusan incracht kepemilikan oleh Pengadilan Negeri Semarang yakni perkara perdata No.244/Pdt.G./2011/PN.Smg tanggal 13 Desember 2011.

Isi putusan menyebut bahwa tanah seluas kurang lebih 2285 meter tertulis nama pemilik semula Kiantoro Najudjojo (suami Kwee Foeh Lan), adalah merupakan harta persatuan.

PN Semarang juga membatalkan akta hibah dan proses balik nama sertipkat yang dilakukan Tan Joe Kok Men tidak sah dan batal demi hukum.

Baca Juga:Dugaan Rekayasa Kepailitan, Kuasa Hukum Agustinus: Pembeli Tanah Beritikad Baik Jadi Korban Sengketa Keluarga

"Maka soal hak kepemilikan tanah itu sebenarnya sudah selesai, milik Kwee Foeh Lan," kata John Richrad di Semarang, Kamis 1 Juni 2023.

Karenanya pula lah, John Richard juga menyatakan bahwa gugatan pailit yang dilayangkan oleh Agustinus Santoso kepada Agnes Siane agar terjadi lelang, merupakan tindakan rekayasa kepailitan.

Saat itu memang gugatan pailit dikabulkan dengan nomor 5/pailit/2013/pniagasemarang tanggal 9 Desember 2013.

Namun ia mempertanyakan, bahwa gugatan pailit Agustinus mengapa terjadi setelah dua tahun putusan perdata atau tahun 2013. Justru telah terjadi pengaburan atas keputusan kepemilikian pada gugatan kepailitan.

"Kenapa itu pada waktu mengajukan gugatan lain-lain dengan nomor perkara 03/pailit/tahun 2013, ini dua tahun perkara putusan perkara perdata kepemilikan sudah dijatuhkan," katanya.

Baca Juga:Punya Tanah di Mana-mana hingga Miliaran, Intip Harta Kekayaan Arinal Djunaidi Gubernur Lampung

Joh Richard bahkan menilai, sebenarnya antara Agnes Siane dan Agustinus mengetahui tentang putusan kepemilikan tersebut. Tapi tidak memberitahukan agar timbul lelang.

Selanjutnya dengan sengaja tidak memasukan catatan di dalam gugatan pailit ini bahwa sudah ada putusan kepemilikan.

Terkait itikad baik terdakwa membeli tanah itu, dia menganggap hal yang tidak benar. Sebab dua pihak tersebut yakni Agnes Siane dan Agustinus Santoso berkonspirasi. Sebab Agustinus Santoso saat melayangkan gugatan kepailitan telah ada terlebih dahulu putusan kepemilikan tanah itu.

"Artinya bahwa kepailitan ini mempailitkan barang yang bukan lagi milik agnes siane," katanya.

Akan tetapi, kata John Richard, itu tetap di jalankan sehingga di dalam perkara kepailitan dalam butir nomor 05a ini ada terjadi dissenting opinion oleh salah satu hakim majelis perkara berkaitan.

Hakim atas nama Ira Setyawati, pada halaman 10, menyatakan seharusnya perkara ini perkara ditolak karena tidak ada unsur hutang piutang, karena ada perjanjian kesepakatan jual beli yang disebutkan.

"ini kemudian kepailitan ini dilaporkan ke kepolisian, bahwa kepailitan ini adalah rekayasa. Jadi kalau kuasa hukumnya bilang bahwa agustinus korban, padahal agustinus yang merekayasa kepailitan ini," katanya.

Ia juga sependapat dengan jaksa penuntut umum, pada sidang dakwaan Agustinus Santoso pada Selasa 30 Mei 2023 di PN Semarang bahwa dari awal adalah jual beli, tidak pernah ada hutang piutang uang Agustinus Santoso dengan Agnes Siane.

"Dia beli dari bank Mayapada, itu dakwaan jaksa sudah terang. Bahwa agustinus beli, memang dia beli, dia beli tapi kemudian tidak bisa balik nama karena sudah ada putusan kepemilikan ini," katanya.

John Richard juga menjelaskan, ide dari Agustinus Santoso dengan melakukan somasi kepailitan kepada Agnes Siane setelah dua tahun putusan perdata kepemilikan adalah tindakan tidak jujur dan ada pemalsuan.

"Saya bilang kepailitan ini adalah gugatan kepalsuan karena data yang disampaikan itu tidak memasukan data yang sebenarnya bahwa sebenarnya tanah itu bukan lagi milik agnes siane, itu sudah milik Kwee Foeh Lan berdasarkan keputusan tahun 2011," katanya.

Berjalannya waktu, pengadilan yang akan mengeksekusi tanah tersebut menyatakan non excetable atau tidak dapat dieksekusi sebab tanah telah hilang.

Atas dasar itulah Kwee Foh Lan kemudian melakukan laporan pidana telah terjadi rekayasa kepailitan yang dilakukan secara bersama oleh Agustinus dan Agnes.

"Hilang dengan sudah berpindah pada lima pemilik sertipikat dipecah, nah anehnya, sertipikat yang satu diatasnamakan anak agustinus dan anak Wahono luasnya 1100 meter persegi dan atas nama Wahono 192 meter persegi," katanya.

Ia berharap, pada proses persidangan agar majelis hakim untuk bisa memeriksa semua putusan perkara perdata maupun keputusan pidana Agnes Siane. Serta memeriksa keputusan kepailitan dengan melihat tahunnya.

Sebelumnya, Agnes Siane telah dinyatakan oleh PN Semarang melalui putusan Nomor 256/Pid.B/2020/PN Smg, telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana penggelapan secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan Pasal 372 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan dijatuhkan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan. 

"Intinya mereka sengaja tidak memasukan keputusan ini dalam gugatan kepailitan karena kalau menggunakan ini seakan-akan aset itu masih milik agnes siane, padahal agnes sudah diputus dengan perkara ini bukan lagi pemilik," katanya.***

REKOMENDASI

BERITA TERKAIT

Semarang Raya

Terkini

Tampilkan lebih banyak